Sunday, January 1, 2012

Nyoba Jadi Setengah Salmon

Selain nonton film, kegiatan yang gw suka lakukan ketika waktu luang adalah membaca. Bisa baca novel, majalah, atau komik, kalau lagi ada mood koran juga dibaca (cuma bagian berita internasional atau olahraga, sepak bola tepatnya). Diantara itu semua gw paling sering baca novel, lebih spesifik lagi, novel terjemahan. Ga' ada alasan khusus kenapa gw lebih sering baca novel terjemahan, semua sekedar keingingan untuk membaca aja. 
Untuk novel Indonesia sendiri baru-baru ini ada 2 buku yang gw baca, pertama Anak Bajang Menggiring Angin dan Manusia Setengah Salmon. Buku Anak Bajang Menggiring Angin ini gw baca atas saran bokap, dia bilang buku itu ceritanya bagus, cerita pewayangan gitu, Rama, Sinta, Hanoman, dll. Awalnya gw agak ragu untuk baca buku ini, karena pernah suatu kali bokap menyarankan gw untuk baca Anna Karenina (Leo Tolstoy), dia bilang itu ceritanya bagus. Sebagai seorang anak, gw percaya bahwa bokap pasti selalu memberikan saran yang baik pada anaknya, gw baca deh bukunya. Belum ada setengah buku, gw udah nyerah, karena menurut gw itu novel ga' enak dibaca, entah karena terjemahannya yang aneh atau memang ceritanya yang cukup rumit disertai banyak tokoh. Gw putuskan untuk menunda buku itu sampai waktu yang tidak dapat ditentukan. Naa, itu kenapa untuk baca Anak Bajang Menggiring Angin ini pun gw cukup ragu, karena gw ga mau mengalami 'trauma' untuk kedua kalinya. Tapi akhirnya gw berani untuk membacanya karena beberapa alasan, pertama setiap kali ke toko buku bokap gw pasti nyari buku ini. Kedua, nenek gw membaca buku ini dengan antusias, sampai-sampai ketika dia harus pulang ke rumahnya di Solo dia sedih karena belum selesai membaca buku itu. Ketiga, tante gw yang menyukai Paulo Cuelho juga punya buku ini. Yaa, bagi gw alasan-alasan itu cukup untuk membuat gw mau membaca buku karya Sidhunata ini. Trauma pun terbayarkan. 
Lalu, buku karya Raditya Dika yang berjudul Manusia Setengah Salmon. Perlu diketahui, buku ini adalah buku karya Dika pertama yang gw baca. Buku ini jadi bahan pembicaraan yang menghebohkan di salah satu jejaring sosial yang paling sering 'berkicau'. Memang buku-buku Raditya Dika selalu dicari semenjak buku pertamanya Kambing Jantan heboh, laku di pasaran. Tapi gw ga pernah ada niat secuil pun untuk baca, sampai, Manusia Setengah Salmon ini keluar. Rasa penasaran yang menjulang setinggi Burj Khalifa membuat gw berikrar kalau sampai kenalan gw ada yang punya buku ini, bakalan gw pinjem buat dibaca. Tibalah waktunya ketika gw lagi berlibur ke rumah kakek-nenek gw di Solo, gw melihat ada seonggok buku  dengan covernya yang mencolok tergeletak di atas meja. Gw yang saat itu baru nyampe, langsung main sabet dan langsung gw tanya itu buku punya siapa. Sepupu yang masih duduk di bangku SD kelas 6 denga bangga mengaku itu adalah miliknya. Tanpa basa/i gw minta ijin buat baca tu buku. Dari situ gw tau kenapa banyak orang yang suka sama bukunya Dika. Bukan cuma menghibur dengan kekonyolannya, tapi ada juga hal-hal yang menginspirasi kita. Contohnya bagian Kasih Ibu Sepanjang Belanda, ada kutipan yang bagus "Sesungguhnya, 'terlalu' perhatiannya orang tua kita adalah gangguan terbaik yang pernah kita terima". Dan ada satu lagi yang bener-bener 'nampar' gw waktu bacanya, tepat di bagian Manusia Setengah Salmon. Berikut ini kutipannya :

Manusia Setengah Salmon

........Intinya begini : setiap tahunnya ikan salmon akan bermigrasi, melawan arus sungai, berkilometer jauhnya hanya untuk bertelur.............Perjalanan salmon-salmon ini tidak gampang. Di tengah berenang, banyak yang mati kelelahan. Banyak juga yang menjadi santapan beruang yang nunggu di daerah-daerah dangkal. Namun, salmon-salmon ini tetap pergi, tetap pindah, apa pun yang terjadi.
Pito, Mister, dan salmon mengingatkan gue kembali, bahwa esensi kita menjadi makhluk hidup adalah pindah. Dimulai dari kecil, kita pindah dari rahim ibu ke dunia nyata. Lalu, kita pindah sekolah, lalu pindah perkerjaan. Dan, pada akhirnya, kita pindah hidup. Mati, pindah ke alam lain.
........Hidup penuh dengan ketidakpastian, tetapi perpindahan adalah salah satu hal yang pasti. Setiap kali gue ke airport untuk kerja ke luar kota, gue selalu melihat orang-orang yang hendak pergi berpelukan dengan keluarga atau pacarnya di depan pintu masuk.Kepindahan mereka membuat orang-orang terdekatnya sedih.
Kalau pindah diidentikkan dengan kepergian, maka kesedihan menjadi sesuatu yang mengikutinya. Kita sering berpikir ini adalah perpisahan sehingga merasa sedih melepas hal-hal yang diakrabi, hal-hal yang selama ini mebuat kita senang dan nyaman. Akhirnya, melakukan perpindahan ke tempat baru membuat kita dihantui rasa cemas. Apakah akan sama enaknya? Apakah akan sama menyenangkan? Apakah akan lebih baik?
Padahal, untuk melakukan pencapaian lebih, kita tidak bisa hanya bertahan di tempat yang sama. Tidak ada kehidupan lebih baik yang bisa didapatkan tanpa melakukan perpindahan. Mau tak mau, kita harus seperti ikan salmon. Tidak takut pindah dan berani berjuang untuk mewujudkan harapannya. Bahkan, rela mati di tengah jalan demi mendapatkan apa yang diinginkannya.
Gue jadi berpikir, ternyata untuk mendapatkan sesuatu yang lebih baik, gue gak perlu menjadi manusia super. Gue hanya perlu menjadi manusia setengah salmon : berani pindah.

Waktu gw baca bagian ini, gw merasa 'ditonjok', karena gw baca buku ini dipenghujung tahun 2011, dimana gw merasa tahun itu adalah tahun paling 'ga' ' banget yang pernah gw alami. Mulai dari keputusan gw untuk berhenti kerja, keputusan untuk sekolah (lagi) demi memenuhi hasrat yang muncul agak terlambat. Keputusan untuk berani berbicara pada orang tua bahwa gw masih akan 'merepotkan' mereka untuk urusan sekolah ini. Keputusan untuk meninggalkan zona nyaman gw. Keputusan untuk pindah. Semua itu ga' gampang. Tapi pegangan gw ada 3, Tuhan, keluarga, dan teman. Tiga bagian terpenting dalam hidup gw. Karena gw yakin mereka akan selalu membuat gw nyaman di tengah ketidaknyamanan.

Wish me luck. Gusti Mberkahi :)